Dikutip dari http://kisahnabi5.blogspot.com/ - Berikut ini kisah nabi Muhammad SAW,
ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, pada saat itu hanya tersisa
sedikit sekali orang-orang yang bertauhid dan yang masih mempertahankan
nilai-nilai ajaran tauhid. Allah SWT, maka berkehendak dengan
rahmat-Nya yang mulia untuk kemudian mengutus seorang rasul di
tengah-tengah kehidupan. Beliau adalah matahari para nabi, kedatangan
Nabi tersebut adalah sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as
kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang
disampaikan oleh Nabi Isa as.
Mukjizat nabi Muhammad SAW yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT.
Dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Nabi Muhammad SAW melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan dengan sebaik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat nabi Muhammad SAW setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan nabi Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun nabi Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, nabi Muhammad SAW menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Nabi Muhammad SAW justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang sederhana. Nabi Muhammad SAW mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Pada saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang besar.
Pada zaman para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan nabi Muhammad SAW tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya. Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksakan seorang pun untuk Beriman. Nabi Muhammad SAW tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini dikarenakan masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahwa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa hingga akhir jaman.
Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Tanpa mengurangi kehormatan para nabi sebelum nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus sebelum datangnya masa ini.
Nabi Muhammad SAW memikul berbagai lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya.
Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat salat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah.
Beliau berkata:
"Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT.
Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam.
Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib:
"Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?"
Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad."
Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah.
Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka."
Abdul Muthalib menjawab:
"Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Nabi Muhammad saw dilahirkan dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"
(QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT mendidiknya saat Nabi Muhammad SAW masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat Nabi Muhammad SAW masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat Nabi Muhammad SAW masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Baca kelanjutannya lebih lengkap tentang Kisah Nabi Muhammad SAW
Mukjizat nabi Muhammad SAW yang pertama adalah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT.
Dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Nabi Muhammad SAW melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan dengan sebaik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat nabi Muhammad SAW setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan nabi Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara mereka, namun nabi Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, nabi Muhammad SAW menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan mereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Nabi Muhammad SAW justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang sederhana. Nabi Muhammad SAW mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Pada saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan yang besar.
Pada zaman para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan nabi Muhammad SAW tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya. Nabi Muhammad SAW tidak pernah memaksakan seorang pun untuk Beriman. Nabi Muhammad SAW tidak membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi mukjizat. Ini dikarenakan masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat.
Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahwa ia tidak diturunkan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk setiap masa hingga akhir jaman.
Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki masa kematangan berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Tanpa mengurangi kehormatan para nabi sebelum nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus sebelum datangnya masa ini.
Nabi Muhammad SAW memikul berbagai lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh semua para nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya.
Allah SWT memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat salat pada saat beliau melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan wajahnya berubah.
Beliau berkata:
"Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT.
Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Kisah Nabi Muhammad SAW
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah setelah tahun gajah. Lalu berita tersebut tersebar dengan cepat di sana sini dan sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya di Ka'bah sambil berpikir untuk memberikan namanya.Abdul Muthalib tidak merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam.
Di tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib:
"Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?"
Abdul Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi, "Muhammad."
Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah.
Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan mereka."
Abdul Muthalib menjawab:
"Aku ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi."
Nabi Muhammad saw dilahirkan dalam keadaan yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?"
(QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT mendidiknya saat Nabi Muhammad SAW masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat Nabi Muhammad SAW masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat Nabi Muhammad SAW masih kecil dengan keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Baca kelanjutannya lebih lengkap tentang Kisah Nabi Muhammad SAW