Kelebihan kalori bukan satu-satunya penyebab berat badan terus bertambah. Ada banyak faktor tak terduga lain yang membuat target mendapatkan berat badan proporsional lebih sulit tercapai.
1. Kurang tidur Ada dua hal yang berkaitan dengan tidur dan kegemukan.
Pertama, makin sering Anda begadang makin mungkin Anda ngemil di malam
hari yang berakibat pada ekstra kalori yang diasup. Hal kedua adalah
yang berkaitan dengan zat kimia dalam tubuh. Saat kita begadang, hormon
yang memicu nafsu makan akan dikeluarkan, akibatnya kita akan merasa
kelaparan saat bangun tidur. Hormon ini juga membuat perut tidak pernah
merasa kenyang.
2.Stres Saat kita didera
berbagai persoalan dan kesibukan, tubuh akan beradaptasi dengan cara
mengeluarkan hormon kortisol atau hormon stres. Hormon ini bisa
meningkatkan nafsu makan sehingga tak heran bila saat dikejar deadline
atau sedang stres, kita akan mengasup lebih banyak makanan.
3. Obat-obatan Obat antidepresan adalah salah satu jenis obat yang bisa meningkatkan berat badan,
terutama jika diminum dalam jangka panjang. Obat lain yang perlu
diwaspadai adalah obat untuk gangguan mental, obat hipertensi, obat
migren, dan diabetes.
4. Hipertiroid Bila kelenjar tiroid
(berada di sekitar leher, berbentuk seperti kupu-kupu) tidak mampu
memproduksi hormon tiroid dengan cukup, kita akan merasakan gejala mudah
lelah, lemas, dan berat badan naik. Bila tubuh kekurangan tiroid, metabolisme akan berjalan lambat sehingga tubuh menjadi gemuk.
5. Hobi minuman manis Meski masih
diperdebatkan para ahli, nyatanya kasus obesitas di Amerika terus
meningkat seiring dengan makin populernya minuman manis dalam kemasan.
Selain rasa manis dan kalori berlebih, gula tidak memberi manfaat apa
pun. Karena itu, batasi konsumsi minuman manis, termasuk softdrink dan
belajarlah mengonsumsi air putih setiap hari.
Kaitan
antara status ekonomi dengan kesehatan kini makin sering dikaji.
Penelitian teranyar menunjukkan, orang yang punya banyak utang ternyata
beresiko dua kali lebih besar mengalami kegemukan.
Orang yang punya utang serius, atau mereka yang tidak mungkin membayar
utangnya sesuai waktu yang ditentukan, menurut para ahli dari Jerman
punya risiko kegemukan lebih besar dari orang yang tak berutang.
Eva Muenster, peneliti dari the University of Mainz dan timnya,
mengatakan penduduk di Eropa dan Amerika Serikat, banyak yang memiliki
utang serius. Diperkirakan, di Jerman dari tiga juta rumah tangga, 7,6
persennya termasuk dalam kriteria berutang serius.
Untuk menganalisa bagimana utang berpengaruh pada kesehatan, tim
peneliti melakukan survei pada 949 orang yang mendapat konseling
mengenai keuangan di dua tempat di Jerman dan dibandingkan dengan 8.318
orang yang berpartisipasi dalam survei melalui telepon.
Orang-orang yang berutang pada umumnya memiliki ciri berusia muda, kurang berpendidikan, miskin, serta mengalami depresi dan kegemukan atau obesitas. Sekitar 25 persen dari kelompok orang yang punya utang ternyata mengalami kegemukan. Selain itu mereka juga perokok.
Menurut Muenster, faktor psikologi, terutama akibat stres dan depresi sangat berperan terhadap tingginya risiko kegemukan
pada orang-orang yang berutang tersebut. Selain itu, faktor keuangan
yang berantakan membuat mereka tak bisa membeli makanan yang sehat,
seperti buah-buahan, dan memilih membeli makanan instan yang tinggi
kalori dan garam.
Gemuk tak lagi menjadi lambang kemakmuran. Kegemukan atau obesitas
justru mengundang pelbagai penyakit yang memperpendek umur. Karena itu
sebelum memasuki awal tahun yang baru ini para ahli kembali mengingatkan
bahwa obesitas mampu merampas kehidupan. Tak ada orang gemuk yang bisa sehat dalam jangka panjang.
Berdasarkan penelitan selama 30 tahun terhadap 1.800 pria Swedia yang
dimulai saat mereka berusia 50 tahun, para peneliti menyimpulkan bahwa
orang obesitas tidak memiliki
metabolisme yang sehat. Selama periode penelitian ini mereka yang
obesitas umumnya meninggal karena penyakit kardiovaskular, seperti
stroke atau serangan jantung.
Selain faktor kegemukan,
para ahli juga mengukur prevalensi sindrom metabolik, seperti kadar gula
darah, hipertensi, trigiliserida, kolesterol, serta lingkar pinggang,
yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular.
Sebelumnya para pakar berpendapat bahwa risiko penyakit jantung lebih rendah pada orang gemuk yang tidak memiliki sindrom metabolik. Hal ini menyebabkan orang mengelompokkan adanya obesitas yang sehat.
Namun, laporan terbaru menyebutkan, studi tersebut umumnya bukan
penelitian jangka panjang karena gangguan kesehatan biasanya baru muncul
setelah 15 tahun.
Dalam laporan yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Circulation, para peneliti mencatat bahwa risiko penyakit dalam jangka panjang tetap tinggi meski orang gemuk tak memiliki sindrom metabolik.
Kebiasaan menyantap makanan berlemak dan berkalori tinggi yang tidak diimbangi olahraga merupakan gerbang menuju obesitas atau kegemukan yang akan mengundang penyakit. Untuk mengurangi risiko kegemukan, konsumsi makanan sebaiknya dibatasi dan diimbangi dengan olahraga secara teratur. sumber : KOMPAS.com